Jumat, 10 Februari 2017

Komplikasi Makrovaskular Diabetes Mellitus

KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
Ada peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler dan penyakit jantung koroner pada pasien diabetes, sehingga pasien dengan diabetes memiliki resiko infark miocard sama dengan individu non diabetic yang sebelumnya memiliki infark miocard. Jumlah kardiovaskuler lebih dari setengah kematian terlihat pada populasi diabetes dan diabetes merupakan risiko tiga kali lipat peningkatan infark miokard dibandingkan dengan populasi umum (Forbes. M, J dan M, E, Cooper., 2013).. Pasien diabetes yang non perokok, tekanan darah normal, dan memiliki konsentrasi kolesterol normal memiliki resiko kematian yang sama untuk kardiovaskuler seperti pasien non-diabetes yang disertai dengan dua faktor resiko diatas. Banyak faktor risiko yang terkenal untuk  kardiovaskuler (yaitu dislipidemia, obesitas, hipertensi) lebih sering pada pasien diabetes dibandingkan pada pasien non-diabetes (Folli, F. et. al., 2011).  Pada diabetes tipe 1, tidak umum bisa melihat komplikasi menjadi kardiovaskuler tanpa adanya penurunan fungsi ginjal. Sedangkan, pada diabetes tipe 2, penyakit ginjal adalah faktor resiko utama untuk kardiovaskuler dini, selain dyslipidemia,control glukosa dalam darah yang buruk, peningkatan persistent tekanan darah (Forbes. M, J dan M, E, Cooper., 2013).
Beberapa mekanisme biokimia mengenai metabolit glukosa yang mempengaruhi banyak jalur seluler baik intra maupun ekstraseluler yang dapat memiliki efek buruk pada dinding sel pembuluh darah terjadi pada hiperglikemia.  Hiperglikemia menyebakan peningkatan glikasi protein non enzimatik untuk membentuk glikoprotein. Selain proses  glikasi berlebihan di intraseluler protein dan membrane plasma, pembentukan senyawa terglikasi atau oksidan menyebabkan pembentukan glikasi amina primer dari asam amino pada matriks ekstraseluler dan cairan. Produk terglikasi ini  dapat menyebabkan sel inflamasi mengeluarkan sitokin atau beraksi langsung pada sel vascular dan menyebabkan disfungsi vascular. Ketoamine dapat mengalami modifikasi dan degradasi membentuk kompleks tidak larut disebut sebagai prduk akhir glikasi lanjutan/ advanced glycation end-products (AGE). Kolagen terdapat padas eluruh tubuh, banyak mengandung lisin, dan memiliki half-life yang panjang dan dengan demikian paling rentan terhadap glikasi dan pembentukan AGE. Perubahan tersebut menyebabkan LDL banyak terperangkap dan teroksidasi. Tetapi, ada batas untuk efek glikasi pada pasien DM, yaitu korelasi antara tingkat glikemia dan penyakit macrovaskular, sedangkan penyakit macrovaskuler antara orang-orang tanpa DM diadak ada korelaso dengan ambang glikemia.
Jumlah kelebihan glukosa memasuki kompartemen intraeluler dengan mekanisme transport GLUT-1 dan juga GLUT-4 dan dimetabolisme melalui jalur sorbitol. Pada konversi, kelebihan sorbitol menyebabkan perubahan potensial redoks atau perubahan jalur transduksi sinyal, yaitu aktivasi DAG (aktivasi diacylglycerol) dan PKC (protein-kinase C). semua proses ini mempengaruhi permeabilitas, kontraktilitas, matriks ektraseluler, pertumbuhan sel, angiogenesis, aksi sitokin, dana desi leukosit pada sel vascular. DAG intraseluler adalah activator fisiologi daari PKC. DAG berasal dari beberapa sumber termasuk hidrolisis dari inositida fosfatidil, metabolism dari fosfatidil-kolin, atau sintesis de-novo. PKC terdiri dari 11 isomer mewakili target utama untuk second messenger lipid. Persistent hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar DAG-PKC intraseluler dan  banyak jaringan di aorta, jantung, retina, glomeruli, dan jaringa yang sensitive insulin seperti hati dan otot rangka, tapi tidak di otak atau saraf perifer. Peningkatan aktivasi DAG-PKC mengarah ke beberapa abnormalities fungsional multiple sel pembuuluh darah. Ada terjadi pelepasan asam arakidonat, dan produksi prostaglanding E2, peningkatan Na+ , aktivitas K+ ATP ase   yang mempengaruhi integritas seluler serta fungsi seperti kontraktilitas, pertumbuhan, dan differensiasi. Aktivasi PKC dapat meningkatkan ekspresi dari transform faktor pertumbuhan beta (TGF-beta) yang meningkatkan kolagen tipe IV dan tipe VI dan fibronectin yang enekan proteoglikan pada matriks ekstraseluler. Kurangnya produksi proteoglikan seperti glukominaglikan pada permukaan kapiler sndotelial berdampaak pada pengikatan lipoprotein lipase(LPL)  dan menurunkan klirens VLDL. Kerusakan metabolic menyebabkan dislipdemia pada DM. selanjutnya, peningkatan kolagen, khususnya tipe IV menyebabkan ekspansi dari membrane dengan disfungsi vascular.
Glikasi non enzimatik adalah proses yang mempengaruhi protein pada setiap situasi termasuk structural protein, koagulasi protein, lipoprotein, atau pembawa protein di sirkulasi. Hiperglikemia merupakan sumber penting dari produksi oksigen radikal bebas (oxygen free radical/OFR)  dan kontribusi untuk glukosa auto-oksidan dan peningkatan bentuk AGE. hal ini menyebabkan peningkatan stress oksidatif pada penderita diabetes. Stress oksidatif bermanifestasi dalam peningkatan rasio NADH/NAD (nicotinamide adenosine dinukleotida hydrogen) pada beberapa sel dan jaringan dengan sedikitnya produksi nitrit oksida pada sel pembuluh darah. Aktifitas biologi sel dan jaringan tersebut berubah. Pada saluran vascular efek dapat menekan aktivitas LPL, menurunkan aksi insulit dengan peningkatan tahanan resisten, aksi fibrinolysis dilemahkan, peningkatan produksi faktor von wilebrand (vWF) dan endotelin, kerusakan produksi faktor endothelial derived relaksasi faktor (EDRF) dan peningkatan oksidasi LDL. Oksidasi meningkatkan kejadian diabetes, tidak hanya modifikasi fosfolipid LDL, tetapi juga rantai asam amino apoprotein B100 (Apo B100). Apo B100 yang teroksidasi meediasi peningkatan ambilan reseptor LDL oleh sel endotel melalui oksidasi LDL. LDL teroksidasi lebih dikenali oleh makrofag dan siap diambil oleh sel busa lemak yang timbul akibat lesi atheromatos pada sel otot polos. Setelah ditangkap oleh sel busa lemak (foam cells-fat) degradasi LDL teroksidasi terganggu menyebabkan akumulasi lipid dalam sel ini. LDL teroksidasi menyebabkan peningkatan adhesi dari monosit sirkulasi menyebabkan kerusakan endotel, dan meningkatkan migrasinya menuju vascular intima. LD teroksidasi membentuk komplek antibody-lipoprotein yang lebih imunogenik yang menstimulasi pembentukan sel busa dan agregasi platelet dibandingkan LDL non oksidasi. LDL oksidasi mengalami peningkatan afinitas untuk mengikat glukosa melalui jalur silang pada matriks di vascular intima.
FIsiologi insulin memiliki efek anti-atherogenic, sedangkan resistensi insulik atau hyperinsulinemia menyebabkan aterosklerosis. Sel vascular tidak resisten terhadap insulin. Ressitensi insulin pada sel tidak universal tetapi spesifik jaringan. Insulin dalam keadaan hyperinsulinemia memiliki efek merugikan pada dinding sel pembuluh darah melalui mediator dan mekanisme lainnnya. Pada tingkat fisiologis tertentu, efek antiatherogenic insulin dengan peningkatan produksi nitrit oksida, menghambat migrasi dan pertumbuhan sel otot polos dari lapisan sub endotel pda dinding vascular. Tetapi dalam kondisi hyperinsulinemia seperti pada pasien obesitas DM tipe 2, insulin mungkin kehilangan efek metabolic tersebut tetapi mempertahankan efek pertumbuhan pada dinding sel vascular. Adanya notit oksida sebagai vasodilator potent, ditekan pada pasien hyperinsulinemia. Pada pasien hyperinsulinemia, insulin memberikan efek atherogenic pada sel otot polos dengan peningkatan aksi mitogenik pada faktor pertumbuhan potensial seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan insulin like growth factor (IGF). Resistensi insulin dan hyperinsulinemia dapat memicu kelainan koagulasi yang merupakan faktor penting pada perkembangan penyakit macrovaskular pada diabetes terutama tipe 2. Mekanisme yang terjadi adalah insulin, proinsulin, LDL oksidasi dapat menginduksi peningkatan ekspresi dan sekresi plasminogen activator inhibitor (PAI-1) oleh sel endotel dan hepatosit. PAI-1 adalah penghambat aksi cepat fibrinolysis yang membantu terjadi trombogenesis dan oklusi vascular. PAI-1 dianggap sebagai bagian dari sindrom resistensi insulin. Konsentrasi protein sel endotel, vWF meningkat pada kondisi resistensi insulin.  Ini merupakan marker terjadi kerusakan sel endotel dan peningkatan kadar dalam plasma saat terjadi luka dan aktivasi dari atherogenesis. Selanjutnya, sekresi vWF dan prokoagulan lain serta molekul ahesi menunjukkan terjadinya prokoagulan state. Jumlah fibrinogen meningkat pada resistensi insulin. Hal ini karena abnormalitas koagulasi dan fungsi endotel menyebabkan sintesis protein fase akut di hati sehingga menimbulkan respon dari sitokin karena IL-6 di sirkulasi. Hal ini terjadi kebanyakan pada DM obesitas, karena jaringan adiposa menskresi IL-6 dan TNF alfa, keduanya merupakan sitokin proinflamatori dan meningkatkan atherogenesis (Das, S., 2001).

DISLIPIDEMIA
Dyslipidemia adalah salah satu yang diketahui sebagai penyakit makrovaskular diabetes. terjadi perubahan abnormal profil lipid selama beberapa decade.. Peningkatan kadar trigliserida dan VLDL kolesterol dikarakteristik sebagai abnormalitas lemak pada DM dikaitkan dengan status dan masa indeks tubuh (BMI). Hal ini dikaitkan ada kondisi obesitas penderita diabetes yang menambah faktor resiko terjadi dislipdemia. Hipertrigliserida dalam dalarah merupakan satu penanda terjadinya resistensi insulin walaupun penderita penderita DM tersebut memiliki masa tubuh yang ideal. Hipertrigliserida dalam darah menyebabkan peningkatan trigliserida kaya lipoprotein. Pada plasma dari pasien diabetes yang diultrasentrifugasi, ditemukan trigliserida kaya lipoprotein dengan densitas lebih kecil. Semua partikel mengandung satu molekul dari ApoB100 dan dsiebut intermediate density lipoprotein (IDL). Jumlah IDL densitas kecil positif berkorelasi dengan penyakit macrovaskular pada DM atau tanpa DM. peningkatan jumlah trigliserida berhubungan dengan peningkatan PAI-1 (Das, S. 2001).
            Beberapa jenis dislipidemia campuran yang berhubungan dengan terbentuknya lipid aterogenik dapat menimbulkan penyakit kardiovaskular prematur. Termasuk di sini adalah meningkatnya kolesterol VLDL yang dimanifestasikan dengan peningkatan TG, meningkatnya small, dense LDL, dan berkurangnya kolesterol HDL. Kolesterol VLDL berkorelasi tinggi dengan lipid aterogenik sehingga masuk akal untuk digunakan dalam memprediksi risiko kardiovaskular bersama dengan kolesterol LDL. Jumlah kolesterol LDL, VLDL, dan IDL disebut sebagai kolesterol non-HDL yang pada dasarnya adalah lipid yang mengandung apoB. Mengingat dalam praktek klinis kolesterol IDL masuk ke dalam pengukuran kolesterol LDL maka konsentrasi kolesterol non-HDL besarnya sama dengan penjumlahan kolesterol VLDL dan LDL. Dalam prakteknya, kolesterol non-HDL dihitung dengan mengurangkan kolesterol HDL terhadap kolesterol total (Kolesterol non-HDL = Kolesterol Total –Kolesterol HDL). Konsentrasi kolesterol non-HDL berkorelasi kuat dengan konsentrasi apoB. Walau tidak ditujukan sebagai target terapi primer, berbagai studi luaran klinis memeriksa apoB bersama dengan kolesterol LDL. Berbagai studi prospektif menunjukkan apoB mampu memprediksi risiko kardiovaskular lebih baik dari kolesterol LDL terutama pada keadaan di mana terdapat hipertrigliseridemia yang menyertai DM, sindrom metabolik, dan PGK.
Walau terdapat ketidakserasian hasil penelitian tentang kekuatan hubungan antara apoB dan kolesterol non-HDL dalam memprediksi penyakit kardiovaskular, kolesterol non-HDL dapat dianggap mewakili lipid aterogenik karena konsentrasinya berkorelasi dengan konsentrasi apoB. Pada keadaan konsentrasi TG <200 mg/dL, konsentrasi kolesterol VLDL pada umumnya tidak meningkat, sehingga kolesterol non-HDL diperkirakan hanya sedikit meningkatkan nilai prediksi penyakit kardiovaskular dibandingkan kolesterol LDL. Keadaan serupa juga terjadi jika konsentrasi TG serum ≥500 mg/dL di mana lipoprotein kaya TG lebih banyak berbentuk kolesterol VLDL berpartikel besar dan kilomikron yang non-aterogenik. Oleh karena itu, menggunakan kolesterol non-HDL untuk prediksi risiko penyakit kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada konsentrasi TG 200-499 mg/dL. Berbagai rasio parameter lipid telah diteliti hubungannya dengan risiko kardiovaskular. Rasio kolesterol total/HDL dan rasio kolesterol non-HDL/HDL merupakan prediktor kuat untuk risiko kardiovaskular pada pasien DM.24 Rasio apoB/apoA1 juga mengindikasikan risiko kardiovaskular. Saat ini berbagai rasio tersebut digunakan untuk estimasi risiko kardiovaskular tetapi tidak digunakan untuk diagnosis dislipidemia maupun sebagai target terapi.
Lipoprotein dibentuk oleh partikel kolesterol LDL yang berikatan dengan plasminogen-like glycoprotein bernama apolipoprotein. Lipoprotein berperan dalam terjadinya infark miokard dan penyakit jantung iskemik melalui 2 mekanisme. Partikel kolesterol LDL yang dikandung di dalam Lipoprotein menyebabkan proses aterosklerosis. Plasminogen-like glycoprotein dapat mengintervensi fibrinolysis dan meningkatkan risiko trombosis. Lipoprotein berhubungan dengan penyakit kardiovaskular (PJK dan stroke) secara kontinu dan independen terhadap faktor risiko lain. Tingkat hubungannya sedang saja, sebesar 25% kekuatan hubungan kolesterol non-HDL dengan penyakit kardiovaskular. Peningkatan Lp mempunyai hubungan sebab-akibat dengan penyakit kardiovaskular prematur. Small, dense LDL, yang berhubungan dengan hipertrigliseridemia, adalah partikel lipid yang aterogenik. Peningkatan TG dalam kolesterol VLDL akan mengaktivasi CETP yang berakibat terjadinya
pengayaan kolesterol LDL dan HDL dengan TG. Lipase TG hepar akan menghidrolisis TG dalam partikel kolesterol LDL dan HDL dan mengakibatkan terbentuknya partikel small, dense LDL dan HDL. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kolesterol yang diperkaya oleh TG mengalami disfungsi. Partikel small, dense LDL mempunyai kerentanan tinggi terhadap oksidasi. Peningkatan partikel kolesterol LDL yang aterogenik terbukti meningkatkan risiko kardiovaskular tetapi saat ini belum ada penelitian klinis yang menunjukkan reduksi risiko kardiovaskular akibat penurunan jumlah partikel small, dense LDL melebihi reduksi risiko akibat penurunan konsentrasi kolesterol LDL.
Rekomendasi profil lipid yang diperiksa secara rutin pada pasien diabetes dengan komplikasi dyslipidemia adalah kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan TG. Pemeriksaan parameter lain seperti apoB, apoA1, Lp(a), dan small, dense LDL tidak dianjurkan diperiksa secara rutin. Kolesterol LDL setidaknya dihitung dengan formula Friedewald (kecuali bila TG > 400 mg/dL atau dalam keadaan tidak puasa) karena sebagian besar studi klinis menggunakan formula Friedewald. Dengan formula Friedewald dapat diperhitungkan bahwa
kolesterol LDL (dalam mg/dL) = kolesterol total ̶ kolesterol HDL ̶ TG/5. Jika memungkinkan, sampel darah diambil setelah puasa 12 jam. Hal ini hanya diperlukan untuk pemeriksaan TG yang juga dipakai untuk penghitungan konsentrasi kolesterol LDL memakai
formula Friedewald. Kolesterol total dan HDL dapat diperiksa dalam keadaan tidak puasa. Pada keadaan di mana formula Friedewald tidak dapat digunakan (konsentrasi TG > 400 mg/dL atau dalam keadaan tidak puasa) maka dapat digunakan metoda direct (langsung) atau penghitungan kolesterol non-HDL atau apoB. Pemeriksaan kolesterol LDL dengan metoda direk mempunyai keunggulan berupa spesifisitas tinggi dan tidak dipengaruhi oleh variasi TG sehingga dapat direkomendasikan untuk digunakan apabila tersedia. Kolesterol non-HDL dihitung berdasarkan pengurangan kolesterol HDL terhadap kolesterol total (PERKI, 2013).

RHEOLOGY
Faktor yang mempengaruhi reologi antara lain peningkatan kadar Lp(a) yang berpotensi menunda trombolisis dan berkontribusi pada progresi plak. Jumlah faktor VII ditingkatkan bersamaan dengan komplek thrombin-antitrombin sementara antitrombin III, protein C dan S diturunkan. Rendahnya jumlah faktor ini menyebabkan gangguan pelemahan pembentukan gumpalan dan fibrinolysis. Selain protein sirkulasi dan produk terglikasi, abnormalitas platelet juga terdapat pada DM tipe 1 dan 2. Perubahan meliputi menekan agregasi platelet dan adhesi. Ada peningkatan mobilisasi kalsium intrasel, omset phosphoinositide, dan myosin-light chain phosphorilasi pada sel platelet fluiditas platelet pada sel membrane menurun. Peningkatan glikasi dari membrane platelet protein yang menyebabkan adhesi dan agregat, sehingga dyslipidemia dengan diabetes secara langsung dan tidak langsung meningkatkan agregasi platelet.

HOMOSISTEIN
Peningkatan kadar homosistein (He) dalam plasma sebagai penentu independent dalam penyakit mcrovaskular. Hal ini penting karena merupakan titik cabang (metabolit perantara) dalam konversi metionin menjadi sistein. Klirens dari efisiensi metabolic pada individu tergantung pada ketersediaan vitamin b6, B12, dan asam folat. Defisiensi nutrisi dari vitamin ini diketahui dapat menyebabkan peningkatan kadar He sehingga sistein rendah. Kadar diatas 16,2 mM/L berkorelasi dengan penyakit macrovaskular. Pada komplikasi vascular, peningkatan jumlah He karena koagulabilitas ditekan, disfungsi endotel, dan thrombosis. Studi pada penderita diabetes menunjukkan kenaikan prevalensi cardiovascular dan pembuluh darah perifer dengan peningkatan He terlepas dari jenis DM. kadar He pada orang normal adalah 9mM/L.

KERUSAKAN ENDOTEL
Kerusakan struktur dan fungsi endotel vascular biasanya terkait dengan DM. Abnormalitas ini mempercepat timbulnya aterosklerosis, dengan mekanisme yang berkontribusi adalah hiperglikemia dan dyslipidemia. Hal ini bisa terjadi karena penurunan produksi nitrit oksida yang tidak hanya mengurangi efek vasodilator tapi predisposisi peningkatan prostaglandin, molekul adhesi endotel protein glikasi, trombosit dan faktor pertumbuhan yang meningkatkan tonus vasomotor, permeablilitas vascular, pertumbuhan dan remodeling sistem sel vascular. Rusaknya endotel kapiler vascular mempengaruhi sintesis protein, perubahan ekspresi dan adhesi glikoprotein pada sel endotel. Peningkatan matriks sel endotel akan menyebabkan membrane basal, yang menyebabkan peningkatan ekspresi enzim yang berpartisipasi dalam sintesis kolagen dengan peningkatan kolagen tipe IV dan fibropectin yang berkontribusi menyebabkan aterosklerosis. Perbaikan sel endotel yang lambat akan menyebabkan kematian sel. Semua perubahan yang membuat sel endotel menjadi lebih rentan akan mempercepat terjadi proses aterosklerosis dan penyakit macrovaskular (Cas, S., 2001).





PUSTAKA
Cas, S. 2001. Current Understanding of Risk Factors and Mechanisme in the Pathogenesis of Macrovascular Disease on Diabetes Mellitus. Journal Indian Academy of Clinincal Medicine (2): 3.
Folli, F. et. al., 2011. The Role of Oxidative Stress in the Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus Micro- and Macrovascular Complications: Avenues for a Mechanistic-Based Therapeutic Approach. Current Diabetes Reviews (7) : 313-324.
Forbes, M, J dan M. E. Cooper. 2013. Mechanism of Diabetic Complications. American Physiological Society (93) : 137-188.
PERDIK. 2013. Pedoman Tatalaksana Dislipdemia. Centra Communications : Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar