KOMPLIKASI
MAKROVASKULAR
Ada
peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler dan penyakit jantung koroner pada
pasien diabetes, sehingga pasien dengan diabetes memiliki resiko infark miocard
sama dengan individu non diabetic yang sebelumnya memiliki infark miocard.
Jumlah kardiovaskuler lebih dari setengah kematian terlihat pada populasi
diabetes dan diabetes merupakan risiko tiga kali lipat peningkatan infark
miokard dibandingkan dengan populasi umum (Forbes. M, J dan M, E, Cooper.,
2013).. Pasien diabetes yang non perokok, tekanan darah normal, dan memiliki
konsentrasi kolesterol normal memiliki resiko kematian yang sama untuk
kardiovaskuler seperti pasien non-diabetes yang disertai dengan dua faktor
resiko diatas. Banyak faktor risiko yang terkenal untuk kardiovaskuler (yaitu dislipidemia, obesitas,
hipertensi) lebih sering pada pasien diabetes dibandingkan pada pasien
non-diabetes (Folli, F. et. al.,
2011). Pada diabetes tipe 1, tidak umum
bisa melihat komplikasi menjadi kardiovaskuler tanpa adanya penurunan fungsi
ginjal. Sedangkan, pada diabetes tipe 2, penyakit ginjal adalah faktor resiko
utama untuk kardiovaskuler dini, selain dyslipidemia,control glukosa dalam
darah yang buruk, peningkatan persistent tekanan darah (Forbes. M, J dan M, E,
Cooper., 2013).
Beberapa
mekanisme biokimia mengenai metabolit glukosa yang mempengaruhi banyak jalur
seluler baik intra maupun ekstraseluler yang dapat memiliki efek buruk pada
dinding sel pembuluh darah terjadi pada hiperglikemia. Hiperglikemia menyebakan peningkatan glikasi
protein non enzimatik untuk membentuk glikoprotein. Selain proses glikasi berlebihan di intraseluler protein
dan membrane plasma, pembentukan senyawa terglikasi atau oksidan menyebabkan
pembentukan glikasi amina primer dari asam amino pada matriks ekstraseluler dan
cairan. Produk terglikasi ini dapat
menyebabkan sel inflamasi mengeluarkan sitokin atau beraksi langsung pada sel
vascular dan menyebabkan disfungsi vascular. Ketoamine dapat mengalami
modifikasi dan degradasi membentuk kompleks tidak larut disebut sebagai prduk
akhir glikasi lanjutan/ advanced glycation end-products (AGE). Kolagen terdapat
padas eluruh tubuh, banyak mengandung lisin, dan memiliki half-life yang
panjang dan dengan demikian paling rentan terhadap glikasi dan pembentukan AGE.
Perubahan tersebut menyebabkan LDL banyak terperangkap dan teroksidasi. Tetapi,
ada batas untuk efek glikasi pada pasien DM, yaitu korelasi antara tingkat
glikemia dan penyakit macrovaskular, sedangkan penyakit macrovaskuler antara
orang-orang tanpa DM diadak ada korelaso dengan ambang glikemia.
Jumlah
kelebihan glukosa memasuki kompartemen intraeluler dengan mekanisme transport
GLUT-1 dan juga GLUT-4 dan dimetabolisme melalui jalur sorbitol. Pada konversi,
kelebihan sorbitol menyebabkan perubahan potensial redoks atau perubahan jalur
transduksi sinyal, yaitu aktivasi DAG (aktivasi diacylglycerol) dan PKC
(protein-kinase C). semua proses ini mempengaruhi permeabilitas,
kontraktilitas, matriks ektraseluler, pertumbuhan sel, angiogenesis, aksi
sitokin, dana desi leukosit pada sel vascular. DAG intraseluler adalah
activator fisiologi daari PKC. DAG berasal dari beberapa sumber termasuk
hidrolisis dari inositida fosfatidil, metabolism dari fosfatidil-kolin, atau
sintesis de-novo. PKC terdiri dari 11 isomer mewakili target utama untuk second
messenger lipid. Persistent hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar DAG-PKC
intraseluler dan banyak jaringan di aorta,
jantung, retina, glomeruli, dan jaringa yang sensitive insulin seperti hati dan
otot rangka, tapi tidak di otak atau saraf perifer. Peningkatan aktivasi
DAG-PKC mengarah ke beberapa abnormalities fungsional multiple sel pembuuluh
darah. Ada terjadi pelepasan asam arakidonat, dan produksi prostaglanding E2,
peningkatan Na+ , aktivitas K+ ATP ase yang mempengaruhi integritas seluler
serta fungsi seperti kontraktilitas, pertumbuhan, dan differensiasi. Aktivasi
PKC dapat meningkatkan ekspresi dari transform faktor pertumbuhan beta
(TGF-beta) yang meningkatkan kolagen tipe IV dan tipe VI dan fibronectin yang
enekan proteoglikan pada matriks ekstraseluler. Kurangnya produksi proteoglikan
seperti glukominaglikan pada permukaan kapiler sndotelial berdampaak pada
pengikatan lipoprotein lipase(LPL) dan
menurunkan klirens VLDL. Kerusakan metabolic menyebabkan dislipdemia pada DM.
selanjutnya, peningkatan kolagen, khususnya tipe IV menyebabkan ekspansi dari
membrane dengan disfungsi vascular.
Glikasi
non enzimatik adalah proses yang mempengaruhi protein pada setiap situasi
termasuk structural protein, koagulasi protein, lipoprotein, atau pembawa
protein di sirkulasi. Hiperglikemia merupakan sumber penting dari produksi
oksigen radikal bebas (oxygen free
radical/OFR) dan kontribusi untuk
glukosa auto-oksidan dan peningkatan bentuk AGE. hal ini menyebabkan
peningkatan stress oksidatif pada penderita diabetes. Stress oksidatif
bermanifestasi dalam peningkatan rasio NADH/NAD (nicotinamide adenosine
dinukleotida hydrogen) pada beberapa sel dan jaringan dengan sedikitnya
produksi nitrit oksida pada sel pembuluh darah. Aktifitas biologi sel dan
jaringan tersebut berubah. Pada saluran vascular efek dapat menekan aktivitas
LPL, menurunkan aksi insulit dengan peningkatan tahanan resisten, aksi
fibrinolysis dilemahkan, peningkatan produksi faktor von wilebrand (vWF) dan
endotelin, kerusakan produksi faktor endothelial derived relaksasi faktor
(EDRF) dan peningkatan oksidasi LDL. Oksidasi meningkatkan kejadian diabetes,
tidak hanya modifikasi fosfolipid LDL, tetapi juga rantai asam amino apoprotein
B100 (Apo B100). Apo B100 yang teroksidasi meediasi peningkatan ambilan
reseptor LDL oleh sel endotel melalui oksidasi LDL. LDL teroksidasi lebih
dikenali oleh makrofag dan siap diambil oleh sel busa lemak yang timbul akibat
lesi atheromatos pada sel otot polos. Setelah ditangkap oleh sel busa lemak
(foam cells-fat) degradasi LDL teroksidasi terganggu menyebabkan akumulasi
lipid dalam sel ini. LDL teroksidasi menyebabkan peningkatan adhesi dari
monosit sirkulasi menyebabkan kerusakan endotel, dan meningkatkan migrasinya
menuju vascular intima. LD teroksidasi membentuk komplek antibody-lipoprotein
yang lebih imunogenik yang menstimulasi pembentukan sel busa dan agregasi
platelet dibandingkan LDL non oksidasi. LDL oksidasi mengalami peningkatan
afinitas untuk mengikat glukosa melalui jalur silang pada matriks di vascular
intima.
FIsiologi insulin
memiliki efek anti-atherogenic, sedangkan resistensi insulik atau
hyperinsulinemia menyebabkan aterosklerosis. Sel vascular tidak resisten
terhadap insulin. Ressitensi insulin pada sel tidak universal tetapi spesifik
jaringan. Insulin dalam keadaan hyperinsulinemia memiliki efek merugikan pada
dinding sel pembuluh darah melalui mediator dan mekanisme lainnnya. Pada
tingkat fisiologis tertentu, efek antiatherogenic insulin dengan peningkatan
produksi nitrit oksida, menghambat migrasi dan pertumbuhan sel otot polos dari
lapisan sub endotel pda dinding vascular. Tetapi dalam kondisi hyperinsulinemia
seperti pada pasien obesitas DM tipe 2, insulin mungkin kehilangan efek
metabolic tersebut tetapi mempertahankan efek pertumbuhan pada dinding sel
vascular. Adanya notit oksida sebagai vasodilator potent, ditekan pada pasien
hyperinsulinemia. Pada pasien hyperinsulinemia, insulin memberikan efek
atherogenic pada sel otot polos dengan peningkatan aksi mitogenik pada faktor
pertumbuhan potensial seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan insulin
like growth factor (IGF). Resistensi insulin dan hyperinsulinemia dapat memicu
kelainan koagulasi yang merupakan faktor penting pada perkembangan penyakit
macrovaskular pada diabetes terutama tipe 2. Mekanisme yang terjadi adalah
insulin, proinsulin, LDL oksidasi dapat menginduksi peningkatan ekspresi dan
sekresi plasminogen activator inhibitor (PAI-1) oleh sel endotel dan hepatosit.
PAI-1 adalah penghambat aksi cepat fibrinolysis yang membantu terjadi
trombogenesis dan oklusi vascular. PAI-1 dianggap sebagai bagian dari sindrom
resistensi insulin. Konsentrasi protein sel endotel, vWF meningkat pada kondisi
resistensi insulin. Ini merupakan marker
terjadi kerusakan sel endotel dan peningkatan kadar dalam plasma saat terjadi
luka dan aktivasi dari atherogenesis. Selanjutnya, sekresi vWF dan prokoagulan
lain serta molekul ahesi menunjukkan terjadinya prokoagulan state. Jumlah
fibrinogen meningkat pada resistensi insulin. Hal ini karena abnormalitas
koagulasi dan fungsi endotel menyebabkan sintesis protein fase akut di hati
sehingga menimbulkan respon dari sitokin karena IL-6 di sirkulasi. Hal ini
terjadi kebanyakan pada DM obesitas, karena jaringan adiposa menskresi IL-6 dan
TNF alfa, keduanya merupakan sitokin proinflamatori dan meningkatkan
atherogenesis (Das, S., 2001).
DISLIPIDEMIA
Dyslipidemia adalah
salah satu yang diketahui sebagai penyakit makrovaskular diabetes. terjadi
perubahan abnormal profil lipid selama beberapa decade.. Peningkatan kadar
trigliserida dan VLDL kolesterol dikarakteristik sebagai abnormalitas lemak
pada DM dikaitkan dengan status dan masa indeks tubuh (BMI). Hal ini dikaitkan
ada kondisi obesitas penderita diabetes yang menambah faktor resiko terjadi
dislipdemia. Hipertrigliserida dalam dalarah merupakan satu penanda terjadinya
resistensi insulin walaupun penderita penderita DM tersebut memiliki masa tubuh
yang ideal. Hipertrigliserida dalam darah menyebabkan peningkatan trigliserida
kaya lipoprotein. Pada plasma dari pasien diabetes yang diultrasentrifugasi,
ditemukan trigliserida kaya lipoprotein dengan densitas lebih kecil. Semua
partikel mengandung satu molekul dari ApoB100 dan dsiebut intermediate density
lipoprotein (IDL). Jumlah IDL densitas kecil positif berkorelasi dengan
penyakit macrovaskular pada DM atau tanpa DM. peningkatan jumlah trigliserida
berhubungan dengan peningkatan PAI-1 (Das, S. 2001).
Beberapa jenis dislipidemia campuran
yang berhubungan dengan terbentuknya lipid aterogenik dapat menimbulkan
penyakit kardiovaskular prematur. Termasuk di sini adalah meningkatnya
kolesterol VLDL yang dimanifestasikan dengan peningkatan TG, meningkatnya small,
dense LDL, dan berkurangnya kolesterol HDL. Kolesterol VLDL berkorelasi
tinggi dengan lipid aterogenik sehingga masuk akal untuk digunakan dalam
memprediksi risiko kardiovaskular bersama dengan kolesterol LDL. Jumlah
kolesterol LDL, VLDL, dan IDL disebut sebagai kolesterol non-HDL yang pada
dasarnya adalah lipid yang mengandung apoB. Mengingat dalam praktek klinis
kolesterol IDL masuk ke dalam pengukuran kolesterol LDL maka konsentrasi
kolesterol non-HDL besarnya sama dengan penjumlahan kolesterol VLDL dan LDL.
Dalam prakteknya, kolesterol non-HDL dihitung dengan mengurangkan kolesterol
HDL terhadap kolesterol total (Kolesterol non-HDL = Kolesterol Total
–Kolesterol HDL). Konsentrasi kolesterol non-HDL berkorelasi kuat dengan
konsentrasi apoB. Walau tidak ditujukan sebagai target terapi primer, berbagai
studi luaran klinis memeriksa apoB bersama dengan kolesterol LDL. Berbagai
studi prospektif menunjukkan apoB mampu memprediksi risiko kardiovaskular lebih
baik dari kolesterol LDL terutama pada keadaan di mana terdapat hipertrigliseridemia
yang menyertai DM, sindrom metabolik, dan PGK.
Walau terdapat ketidakserasian hasil penelitian
tentang kekuatan hubungan antara apoB dan kolesterol non-HDL dalam memprediksi
penyakit kardiovaskular, kolesterol non-HDL dapat dianggap mewakili lipid
aterogenik karena konsentrasinya berkorelasi dengan konsentrasi apoB. Pada
keadaan konsentrasi TG <200 mg/dL, konsentrasi kolesterol VLDL pada umumnya
tidak meningkat, sehingga kolesterol non-HDL diperkirakan hanya sedikit
meningkatkan nilai prediksi penyakit kardiovaskular dibandingkan kolesterol
LDL. Keadaan serupa juga terjadi jika konsentrasi TG serum ≥500 mg/dL di mana
lipoprotein kaya TG lebih banyak berbentuk kolesterol VLDL berpartikel besar
dan kilomikron yang non-aterogenik. Oleh karena itu, menggunakan kolesterol
non-HDL untuk prediksi risiko penyakit kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada
konsentrasi TG 200-499 mg/dL. Berbagai rasio parameter lipid telah diteliti
hubungannya dengan risiko kardiovaskular. Rasio kolesterol total/HDL dan rasio
kolesterol non-HDL/HDL merupakan prediktor kuat untuk risiko kardiovaskular
pada pasien DM.24 Rasio apoB/apoA1 juga mengindikasikan risiko kardiovaskular.
Saat ini berbagai rasio tersebut digunakan untuk estimasi risiko kardiovaskular
tetapi tidak digunakan untuk diagnosis dislipidemia maupun sebagai target
terapi.
Lipoprotein
dibentuk oleh partikel kolesterol LDL yang berikatan dengan plasminogen-like
glycoprotein bernama apolipoprotein. Lipoprotein berperan dalam terjadinya
infark miokard dan penyakit jantung iskemik melalui 2 mekanisme. Partikel
kolesterol LDL yang dikandung di dalam Lipoprotein menyebabkan proses
aterosklerosis. Plasminogen-like glycoprotein dapat mengintervensi
fibrinolysis dan meningkatkan risiko trombosis. Lipoprotein berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular (PJK dan stroke) secara kontinu dan independen terhadap
faktor risiko lain. Tingkat hubungannya sedang saja, sebesar 25% kekuatan
hubungan kolesterol non-HDL dengan penyakit kardiovaskular. Peningkatan Lp mempunyai
hubungan sebab-akibat dengan penyakit kardiovaskular prematur. Small, dense LDL,
yang berhubungan dengan hipertrigliseridemia, adalah partikel lipid yang
aterogenik. Peningkatan TG dalam kolesterol VLDL akan mengaktivasi CETP yang
berakibat terjadinya
pengayaan
kolesterol LDL dan HDL dengan TG. Lipase TG hepar akan menghidrolisis TG dalam
partikel kolesterol LDL dan HDL dan mengakibatkan terbentuknya partikel small,
dense LDL dan HDL. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kolesterol yang
diperkaya oleh TG mengalami disfungsi. Partikel small, dense LDL
mempunyai kerentanan tinggi terhadap oksidasi. Peningkatan partikel kolesterol LDL
yang aterogenik terbukti meningkatkan risiko kardiovaskular tetapi saat ini
belum ada penelitian klinis yang menunjukkan reduksi risiko kardiovaskular
akibat penurunan jumlah partikel small, dense LDL melebihi reduksi
risiko akibat penurunan konsentrasi kolesterol LDL.
Rekomendasi
profil lipid yang diperiksa secara rutin pada pasien diabetes dengan komplikasi
dyslipidemia adalah kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan TG.
Pemeriksaan parameter lain seperti apoB, apoA1, Lp(a), dan small, dense LDL
tidak dianjurkan diperiksa secara rutin. Kolesterol LDL setidaknya dihitung
dengan formula Friedewald (kecuali bila TG > 400 mg/dL atau dalam keadaan tidak
puasa) karena sebagian besar studi klinis menggunakan formula Friedewald.
Dengan formula Friedewald dapat diperhitungkan bahwa
kolesterol
LDL (dalam mg/dL) = kolesterol total ̶ kolesterol HDL ̶ TG/5. Jika
memungkinkan, sampel darah diambil setelah puasa 12 jam. Hal ini hanya
diperlukan untuk pemeriksaan TG yang juga dipakai untuk penghitungan
konsentrasi kolesterol LDL memakai
formula
Friedewald. Kolesterol total dan HDL dapat diperiksa dalam keadaan tidak puasa.
Pada keadaan di mana formula Friedewald tidak dapat digunakan (konsentrasi TG
> 400 mg/dL atau dalam keadaan tidak puasa) maka dapat digunakan metoda
direct (langsung) atau penghitungan kolesterol non-HDL atau apoB. Pemeriksaan kolesterol
LDL dengan metoda direk mempunyai keunggulan berupa spesifisitas tinggi dan
tidak dipengaruhi oleh variasi TG sehingga dapat direkomendasikan untuk
digunakan apabila tersedia. Kolesterol non-HDL dihitung berdasarkan pengurangan
kolesterol HDL terhadap kolesterol total (PERKI, 2013).
RHEOLOGY
Faktor
yang mempengaruhi reologi antara lain peningkatan kadar Lp(a) yang berpotensi
menunda trombolisis dan berkontribusi pada progresi plak. Jumlah faktor VII
ditingkatkan bersamaan dengan komplek thrombin-antitrombin sementara antitrombin
III, protein C dan S diturunkan. Rendahnya jumlah faktor ini menyebabkan
gangguan pelemahan pembentukan gumpalan dan fibrinolysis. Selain protein
sirkulasi dan produk terglikasi, abnormalitas platelet juga terdapat pada DM
tipe 1 dan 2. Perubahan meliputi menekan agregasi platelet dan adhesi. Ada
peningkatan mobilisasi kalsium intrasel, omset phosphoinositide, dan
myosin-light chain phosphorilasi pada sel platelet fluiditas platelet pada sel
membrane menurun. Peningkatan glikasi dari membrane platelet protein yang
menyebabkan adhesi dan agregat, sehingga dyslipidemia dengan diabetes secara
langsung dan tidak langsung meningkatkan agregasi platelet.
HOMOSISTEIN
Peningkatan
kadar homosistein (He) dalam plasma sebagai penentu independent dalam penyakit
mcrovaskular. Hal ini penting karena merupakan titik cabang (metabolit
perantara) dalam konversi metionin menjadi sistein. Klirens dari efisiensi
metabolic pada individu tergantung pada ketersediaan vitamin b6, B12, dan asam
folat. Defisiensi nutrisi dari vitamin ini diketahui dapat menyebabkan
peningkatan kadar He sehingga sistein rendah. Kadar diatas 16,2 mM/L
berkorelasi dengan penyakit macrovaskular. Pada komplikasi vascular, peningkatan
jumlah He karena koagulabilitas ditekan, disfungsi endotel, dan thrombosis.
Studi pada penderita diabetes menunjukkan kenaikan prevalensi cardiovascular
dan pembuluh darah perifer dengan peningkatan He terlepas dari jenis DM. kadar
He pada orang normal adalah 9mM/L.
KERUSAKAN ENDOTEL
Kerusakan
struktur dan fungsi endotel vascular biasanya terkait dengan DM. Abnormalitas
ini mempercepat timbulnya aterosklerosis, dengan mekanisme yang berkontribusi
adalah hiperglikemia dan dyslipidemia. Hal ini bisa terjadi karena penurunan
produksi nitrit oksida yang tidak hanya mengurangi efek vasodilator tapi
predisposisi peningkatan prostaglandin, molekul adhesi endotel protein glikasi,
trombosit dan faktor pertumbuhan yang meningkatkan tonus vasomotor, permeablilitas
vascular, pertumbuhan dan remodeling sistem sel vascular. Rusaknya endotel
kapiler vascular mempengaruhi sintesis protein, perubahan ekspresi dan adhesi
glikoprotein pada sel endotel. Peningkatan matriks sel endotel akan menyebabkan
membrane basal, yang menyebabkan peningkatan ekspresi enzim yang berpartisipasi
dalam sintesis kolagen dengan peningkatan kolagen tipe IV dan fibropectin yang
berkontribusi menyebabkan aterosklerosis. Perbaikan sel endotel yang lambat
akan menyebabkan kematian sel. Semua perubahan yang membuat sel endotel menjadi
lebih rentan akan mempercepat terjadi proses aterosklerosis dan penyakit
macrovaskular (Cas, S., 2001).
PUSTAKA
Cas,
S. 2001. Current Understanding of Risk Factors and Mechanisme in the
Pathogenesis of Macrovascular Disease on Diabetes Mellitus. Journal Indian Academy of Clinincal Medicine (2): 3.
Folli,
F. et. al., 2011. The Role of Oxidative
Stress in the Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus Micro- and Macrovascular
Complications: Avenues for a Mechanistic-Based Therapeutic Approach. Current Diabetes Reviews (7) : 313-324.
Forbes, M, J dan M. E. Cooper. 2013. Mechanism of
Diabetic Complications. American
Physiological Society (93) : 137-188.
PERDIK. 2013. Pedoman
Tatalaksana Dislipdemia. Centra Communications : Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar